wibiya widget

Minggu, 15 Agustus 2010

Inilah Kronologi Terorisasi Aceh yang Dipakai untuk Menjerat Ba'asyir


Penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dikaitkan dengan tudingan terlibat kegiatan terorisme di Aceh. Inilah kronologi terorisasi di Aceh yang didalangi oleh seorang desertir Brimob:

DESEMBER 2008

Israel melakukan agresi terhadap Gaza untuk yang kesekian kalinya tepatnya 27 Desember 2008 sampai 18 Januari 2009. Dalam serangan agresi ini, Israel menggunakan bom phosphor dan senjata kimia lainnya yang melanggar hukum internasional. Atas serangan agresi membabi-buta tersebut dunia merespon dengan mengeluarkan kecaman. Dunia Islam khususnya memberikan reaksi yang keras atas agresi tersebut. FPI sebagai ormas Islam yang berkedudukan di Indonesia merespon dengan mengumumkan membuka posko-posko untuk pendaftaran mujahidin guna dikirim ke Gaza.

JANUARI 2009

FPI Aceh sebagai salah satu ujung tombak dalam organisasi adalah salah satu yang menjadi pelaksana dari program rekruitmen mujahidin tersebut. Secara resmi, DPD FPI Aceh membuka posko pendaftaran pada tanggal 10 Januari 2009, bertempat di Mushola Nurul Muttaqin, desa Bathoh Banda Aceh dan Pondok Pesantren Darul Mujahidin Lhokseumawe.

Dari hasil pendaftaran tersebut berhasil menjaring sebanyak 125 orang mujahidin untuk dilatih dan kemudian bila memenuhi kriteria dan sesuai kemampuan yang dimiliki organisasi akan diberangkatkan ke Gaza. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 23-27 Januari 2009 di pesantren Darul Mujahidin Lhokseumawe. Pelatihan tersebut berlangsung terbuka dan mendapat liputan dari media lokal khususnya.

…Instruktur dalam pelatihan tersebut adalah seorang yang menawarkan diri untuk menjadi pelatih yaitu Sofyan Tsauri, deserter Polisi…

Instruktur dalam pelatihan tersebut adalah seorang yang menawarkan diri untuk menjadi pelatih yaitu Sofyan Tsauri, deserter Polisi yang pernah bertugas di Polda Jabar.

FEBRUARI 2009

Para peserta pelatihan di Aceh, yang berjumlah lebih kurang 15 orang datang ke Jakarta untuk persiapan berangkat ke Gaza.

15 Februari 2009, sebagian peserta pelatihan di Aceh yang tengah berada di Jakarta, secara individual tanpa diketahui pimpinan rombongan pergi ke Depok menemui mantan pelatih mereka yaitu Sofyan Tsauri.

21 Februari 2009, selesai persiapan untuk keberangkatan ke Gaza yang ditunda karena berbagai alasan, salah satunya serangan Israel atas Gaza telah berhenti, para mujahidin diminta untuk pulang terlebih dahulu ke Aceh, menunggu instruksi dan perkembangan situasi di Gaza lebih lanjut.

Dari 15 orang mujahidin yang datang ke Jakarta, 5 orang pulang ke Aceh dan 10 orang secara diam-diam, tanpa pemberitahuan ke DPP FPI, pergi ke Depok, rumah tempat tinggal Sofyan Tsauri, mantan pelatih mereka di Aceh.

10 orang tersebut tinggal selama lebih kurang 1 bulan di rumah Sofyan Tsauri dengan biaya yang sepenuhnya ditanggung oleh Sofyan Tsauri, termasuk uang saku dan biaya makan serta kebutuhan lainnya.

…Selama kurun waktu satu bulan, 10 orang yang berasal dari Aceh tersebut dilatih dan diindoktrinasi oleh Sofyan Tsauri yang membolehkan cara-cara perampokan untuk membiayai jihad…

FEBRUARI-MARET 2009

Selama kurun waktu akhir Februari hingga akhir Maret 2009, 10 orang yang berasal dari Aceh tersebut dilatih dan diindoktrinasi oleh Sofyan Tsauri. Adapun salah satu bentuk indoktrinasi tersebut adalah membolehkan cara-cara perampokan untuk membiayai jihad, menyebarkan kebencian dan permusuhan semata-mata atas dasar orang asing.

Adapun pelatihan yang dilakukan adalah melakukan pelatihan menembak dengan menggunakan peluru tajam (peluru asli) di dalam Markas Komando Brimob Kelapa Dua. Masing-masing peserta pelatihan diberikan sekitar 30 hingga 40 peluru tajam untuk latihan menembak tersebut.

Peserta latih juga diberikan uang saku perminggu selama proses pelatihan tersebut.

…Adapun pelatihan yang dilakukan adalah menembak dengan menggunakan peluru tajam asli di dalam Markas Brimob Kelapa Dua…

Dari informasi yang didapatkan peserta latih, Sofyan Tsauri ini secara sengaja meletakkan surat pemecatan dari kepolisian untuk dibaca oleh peserta latih, yang berisi bahwa yang bersangkutan dipecat karena terlibat dalam kegiatan jihad, melakukan poligami dan jarang masuk kerja.

JANUARI 2010

6 orang dari 10 orang yang mengikuti pelatihan di Depok, kediaman Sofyan Tsauri, ikut serta dalam pelatihan militer di Jantho Aceh Besar. Pelatihan kali ini juga difasilitasi oleh Sofyan Tsauri.

FEBRUARI 2010

Pelatihan militer di Jantho Aceh Besar disergap oleh aparat keamanan.

MEI 2010

Pelatihan Militer di Jantho Aceh Besar dihubungkan dengan penggerebekan kelompok Dulmatin di Pamulang, dan diekspos oleh kepolisian dan media massa sebagai pelatihan untuk persiapan kegiatan terorisme. [taz/SI]


Sumber : http://voa-islam.com/news/indonesia/2010/08/13/9145/inilah-kronologi-terorisasi-aceh-yang-dipakai-untuk-menjerat-ba%27asyir/

Rabu, 11 Agustus 2010

Memainkan Opini "Mengatasi Masalah dengan Masalah"

Saya jadi ingat dengan moto dari Pegadaian " Mengatasi Masalah Tanpa Masalah" tapi kok berbeda sekali dengan apa yang terjadi di negara ini...
Masalah muncul ada tanpa jelas kemudian ujungnya, suatu amasalah berakhir setalah tidak rame lagi, ibarat sinetronm kalo ratingnya menurun dan gak laku biasanya pindah jam tayang, atau sebenatra lagi episodenya berakhir. Begitupun kasus-kasus di negeri ini, opini atau berita akan padam setelah jenuhnya opini masyarakat tentang masalah itu, dan siap-siapalah digantikan oleh episode baru , masalah baru...
Misalkan sekarang episode baru tentang Penangkapan Abu Bakar Baasir yang penuh kontoversi, episode sebelumnya adalah Teror Bom Gas Elpiji, Sebelumnya Rekening Gemuk Para Jendral Polisi, ada lagi yang cuup Penomenal dan episode ini mendapat rating yang cukup tinggi yaitu kasus Video mesum Ariel, dan episode-episode lainnya yang sengaja dihadirkan untuk menutupi kasus yang lebih besar lagi yang mungkin mengancam kepentingan penguasa yang lebih besar lagi, misalkan salah satu contohnya kasus Bank Century yang mungkin akan berujung pada dana Tim Sukses atau apa... walau juga entahlah hanya mereka yang tahu... yang jelas masyakat tidak boleh tahu.

Di negara yang totaliter media menjadi alat filterisasi informasi, mana yang boleh diketahui oleh masyarakat dan mana yang tidak boleh, sebagai contoh yang baru saja terjadi ketika Korea Utara memutus Siaran Langsung pertandingan FIFA di Afrika Selatan ketika bertanding dengan Portugal dengan skor 7-0, bahkan ketika skor 4-0 siaran langsung langsung diputus.
Lalu bagaimana dengan negara demokrasi yang begitu bebas ini, pemerintah tidak bisa menghentikan siaran seenaknya saja seperti di Korea Utara. Namun dengan cara yang berbeda.
Ketika laju informasi sebitu sulit dibendung, dan akses informasi terjadap masyarakat tidak boleh ditutup maka cara yang bisa ditempuh dengan mengisi berita itu dan menghujani media dengan berbagai masalah yang harus diangkat untuk menutupi masalah yang lain.

Sehingga yang terjadi di negeri ini media dujani oleh berbagai masalah yang mungkin segaja dibuat untuk menutupi masalah yang lain, sehingga opini publik tertuju pada masalah yang disekenariokan oleh pihak tertentu.
Semua masalah yang terjadi di negeri ini ada sutradaranya, dimana dia duduk manis merancang semua opini publik, masalah mana yang harus dimunculkan, media apa yang harus meliput, menganalisa apakah masalah yang dia angkat ratingnya tinggi atau tidak, apakah perlu diganting dengan episode baru atau tidak, dan lainnya.
Yang Jelas kita sebagai masyarakat yang mengkonsumsi itu adalah korban dan ingat untuk harga sebuah opini kadang membutuhkan tumbal, siapa yanag akan ditumbalkan... mungkin anda.... WASPADALAH....!!!

Rabu, 04 Agustus 2010

Saatnya Hukum Mendengar Hati Nurani

M. Budi Mulyadi, SH, MH, CH.

Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan hukum agar tiap haknya terjaga dengan baik, agar keadilan bisa tegakan, agar ketertiban bisa dilaksanakan.
Apabila seorang yang lemah mendapat perlindungan hukum dari pemerintah, dari para penindas orang yang lebih kuat. Agar yang yang lemah tidak tidak terlalu lemah dan yang kuat tidak terlalu kuat. itu adalah idelanya hukum.
Lalu tengoklah apa yang terjadi dewasa ini. Hukum hanya menjadi alat saja, bukanlah alat bagi keadilan, bukan pula menjaga keimbangan dalam kehidupan. ironinya hukum menjadi masalah sebagian dari yang lain. Jika hukum menjadi alat maka yang memegang alat adalah orang yang kuat, yang menjadikan dirinya semakin kuat, jika yang memengang alat adalah orang kaya, maka hukum menjadikannya lebih kaya lagi dengan cara yang jauh dari nilai kepantasan.

Lalu apa bedanya bila tanpa ada hukum jika semua cita-cita hukum itu tidak tercapai.

Seseorang yang memiliki akses hukum yang kuat, menggunakan hukum sebagai alat untuk menindas dan menyiksa orang, seperti contoh diatas apakah setimpal balasan atas pencurian semangka dengan tendangan pukulan setalah itu harus juga berurusan dengan hukum dan mendekam dipenjara, sebagai tulang punggung keluarga harus menapkahi keluargapun pun terpaksa ia tinggalkan. Apakah ini adil?
Apakah hukum tidak hati nurani? tentu saja tidak harena hukum ini dihidupkan oleh para penegak hukum mulai dari polisi sampai hakim. Lalu pertanyaannya kemudian apakah para penegak hukum ini tidak punya hati? Lalu kemudian mereka juga berdalih "demi kepastian hukum"
Menjadi sangat menyedihkan ketika para penegak hukum menyalahkan hukum, sedangkan hukum mereka hidupkan dengan cara-cara yang tidak manusiawi.
Sudah saatnya para penegak hukum lebih mengedapankan hati nurani dibanding kepastian hukum, yang sebenarnya bisa mereka langggar atas nama keadilan, kebenaran dan hati nurani, karena para penegak hukum pun bisa melakukan diskresi.
Cukup sudah hukum menjadi permainan retorika, argumentasi dan logika, bukan itu yang butuhkan masyarakat namun keadilan, kebenaran dan kemanusiaan. seorang hakim jika hanya mengandalkan intelektual dan logika saja, rasanya dengan teknologi sekarang ini bisa kita gantikan peranannya dengan keberadaan komputer, cukup buat program komputer masukan database pasal, delik, dan hukuman, maka ada kasus tinggal input dan langsung keluar berapa berat hukumannya, cukup seperti itu, bahkan sangat simpel. dunia saat ini tidak perlu hakim yang berperan sebagai terompet undang-undang, bahkan bagi hakim yang seperti itu lebih baik digantikan dengan komputer karena komputer tidak bisa disogok.
Apa gunanya jika hakim tidak menggunakan hati nurani, itulah fungsi hakim untuk memberikan keadilan, kebenaran dan kemanusiaan. Sudah saatnya gunakan hati nuarani dan kecerdasan lebih tinggi lagi dari sekedar intelektual, naiklah pada level selanjutnya kecerdasan emosional yang digunakan dalam penyelesaian hukum.

Sudah saatnya sistem hukum berubah menjadi lebih baik dengan menggunakan hati nurani.